Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menyatakan bahwa selama diterapkannya work from home telah terjadi peningkatan penggunaan listrik hingga 3%. Menurut saya pribadi terlepas karena aktivitas dirumah yang meningkat, subsidi oleh pemerintah dengan menggratiskan pengguna listrik R1-450 VA serta memberikan potongan 50% bagi R1-900VA turut menyebabkan peningkatan penggunaan listrik. Dari analisis saya, beberapa masyarakat penerima subsidi kemungkinan melakukan pemborosan listrik karena mengetahui bahwa listrik yang mereka gunakan gratis sehingga tidak bijak dalam menggunakan energi listrik.
Infografis. kebijakan listrik gratis dari PLN terkait wabah corona.
Kemungkianan pemborosan listrik oleh penerima subsidi dapat diatasi dengan penerapan pembatasan quota listrik yang ditermia. Metodenya yaitu tiap rumah hanya mendapatkan sejumlah tertentu listrik gratis misalnya Rp 70.000/rumah. Apabila melebihi penggunaan tersebut maka kelebihan tersebut wajib dibayar seperti biasanya kepada PLN. Dengan penerapan sistem seperti ini maka akan menambah kas negara sehingga dapat dialihkan untuk penanggulangan pandemi Covid-19.
Selain penggunaan energi listrik, peningkatan juga terjadi dengan penggunaan gas rumah tangga. Menurut Associate VP Markplus Inc Melati Ekasari telah terjadi peningkatan sebesar 11,19% penggunaan gas rumah tangga selama pandemic Covid-19. Peningkatan ini terjadi karena memasak selain sebagai aktivitas penghilang kejenuhan dirumah utamanya oleh ibu rumah tangga, juga untuk menjamin agar makanan yang dimakan lebih higienis serta yang terpenting adalah tidak terkontaminasi dengan Covid-19.
Tapi menurut saya penyebab peningkatan komsumsi gas rumah tangga ini lebih rumit, volume dan intensisas komsumsi makan masyarakat menurut saya tidak jauh berbeda sebelum dan saat diterapkan WFH. Peningkatan ini lebih disebabkan karena metode dan kebiasaan memasak yang berbeda-beda, spesifiknya sebelum dilakukan WFH metode masak dalam jumlah besar dalam sekali masak yang banyak diterapkan di warung makan seperti warteg, McD dan lain-lain lebih efisien dibandingkan memasak tiap rumah. Sebagai contoh adalah pada proses memasak ikan, apabila warteg membutuhkan 100g gas untuk memasak 10 ekor ikan, disisi lain tiap rumah membutuhkan 20g untuk memasak satu ekor ikan sehingga apabila ini diterapkan di 10 rumah maka membutuhkan 200g, disini dapat dilihat bahwa warteg lebih menghemat 100g gas. Visualisasi contoh tersebut sebagai berikut:
Penggunaan gas utamanya rumah tangga dapat diefisienkan dengan penerapan dapur umum. Solusi ini sangat efektif diterapkan di zona merah Covid-19 dalam skala RT/RW bahkan desa. Metodenya yaitu dengan dibuat dapur yang menyiapkan makanan terhadap tiap rumah dalam skala RT/RW atau desa tersebut. Sebelumnya harus dipastikan bahwa bahan, proses dan metode pembagian makananya harus aman dari kontaminasi Covid-19 agar masyarakat merasa aman untuk mengkonsumsi makanan tersebut.
Peningkatan penggunaan energi listrik dan gas rumah tangga selama pandemi Covid-19 ini dari analisis saya terletak dari kemungkianan pemborosan listrik oleh penerima subsidi serta metode memasaknya. Peningkatan ini dapat diatasi dengan pembatasan quota listrik dan penerapan dapur umum. Dengan diterapkan kedua metode ini, maka akan membuat masyarakat lebih bijak dalam menggunakan energi. Selain lebih bijak, masyarakat juga dapat lebih mengefisienkan penggunakan energinya.